Minggu, 24 April 2016

MENAGIH UTANG DENGAN PAKSA / INTIMIDASI



KELUARGA DIRUMAH, LEBIH BERHARGA DARI SEGALANYA.., RENUNGKAN SEJENAK AKIBAT EMOSI SESAAT, DAN BERAKHIR SEPERTI INI :

MENAGIH HUTANG DENGAN PAKSA

Kasus Posisi:

– George Ombeng alias Edy tinggal menumpang di rumah Nico kenalan sesukunya di Jl. Imam Bonjol, Pontianak selama kurang lebih 6 bulan. Kadang-kadang istri Edy tinggal juga di rumah Nico. Hubungan mereka begitu baik layaknya keluarga sendiri.

– Suatu ketika, tahun 1989, Nico butuh uang sebesar Rp. 1 juta. Masalah ini diceritakannya kepada Edy. Kebetulan saat itu Edy memiliki uang Rp. 4.500.000,- hasil pesangon dari tempat kerjanya, tetapi uang yang dipinjamkan pada Nico hanya separoh dari yang dimintanya yakni Rp. 500.000,-. Semula Nico bermaksud menyerahkan sertifikat tanahnya sebagai jaminan, tetapi ditolak Edy, dengan syarat uang yang diserahkan pada Nico tanpa tanda terima itu akan diambil sewaktu-waktu.

– 3 bulan kemudian setelah berulang kali uang itu diminta oleh Edy, Nico membayar kurang dari separoh hutangnya, Rp. 230.000,- melalui Jemmy yang juga menyaksikan penyerahan piutang pada Nico. Sedangkan sisa hutang dibayar oleh Nico dengan 5 sampai 6 kali cicilan hingga lunas. Pembayaran hutang itu pun juga tanpa tanda terima.

– Mengenai urusan hutang ini Nico tidak pernah menceritakannya pada Theresia, istrinya. Sehingga ketika Edy menagih kembali hutang Nico yang telah lunas itu dengan paksa diawali bentakan dan ancaman pada Theresia, akhirnya Theresia menyerahkan TV-nya yang 17 inch merk Saba pada Edy. Kali ini penyerahan TV disertai surat keterangan. Kejadian ini tanpa sepengetahuan Nico. TV itu kemudian dijual dengan harga Rp. 350.000,-. Rp. 180.000 diambil Edy, Rp. 150.000,- untuk Lole (juga kreditur Nico), sisanya Rp. 20.000,- untuk bayar pajak TV.

– Perlakuan Edy terhadap Theresia tersebut dilaporkan pada pihak berwajib. Edy segera menjalani pemeriksaan di kepolisian setempat.

– Setelah pemeriksaan itu, Edy diajukan ke Persidangan Pengadilan Negeri sebagai Terdakwa. Oleh Jaksa Penuntut Umum, Edy di dakwa melakukan Tindak Pidana Pemerasan, yakni melanggar pasal 368 ayat 1 KUHP.


Requisitoir Jaksa Penuntut Umum:

– Jaksa Penuntut Umum menuntut agar Edy dinyatakan bersalah telah melakukan Tindak Pidana Pemerasan sebagaimana diatur dalam pasal 368 ayat 1 KUHP, karenanya agar dijatuhi pidana penjara selama 9 bulan dengan perintah supaya Terdakwa ditahan.

Pengadilan Negeri:

– Hakim Pertama yang mengadili perkara ini, dalam putusannya memberikan pertimbangan hukum yang pokoknya sebagai berikut:

– Jaksa Penuntut Umum mendakwa Terdakwa melakukan Tindak Pidana Pemerasan, pasal 368 ayat 1 KUHP yang memuat unsur-unsur:

1. Memaksa orang lain.

2. Untuk memberikan barang yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain.

3. Dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak.

4. Memaksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.

– Nico dipinjami uang oleh Terdakwa sebesar Rp. 500.000,- uang pinjaman itu telah dikembalikan pada Terdakwa. Mula-mula sebesar Rp. 230.000,- dan sisanya diserahkan bertahap sampai lunas. Namun tiap pembayaran tidak disertai kwitansi karena penitipan maupun pelunasannya dilakukan atas dasar saling percaya. Meskipun telah lunas, Theresia istri Nico dipaksa Edy untuk menyerahkan TV-nya dengan diawali ribut-ribur sehari sebelum penyerahan TV itu.

– Meskipun telah terbukti bahwa Terdakwa memaksa Theresia menyerahkan TV-nya pada Terdakwa untuk pembayaran hutangnya, Majelis berpendapat bahwa antara Terdakwa dengan Theresia atau suaminya Nico terdapat hubungan perdata yaitu hutang piutang.

– Perkara ini seyogyanya diajukan dalam sidang perdata, karena sifat melawan hukum dari pasal yang didakwakan tidak terbukti. Surat keterangan penyerahan TV menerangkan sebagai pengganti pembayaran pinjaman hutang.

– Unsur memaksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan sebagaimana dikehendaki pasal 368 ayat 1 KUHP tidak terbukti karena unsur tersebut harus sesuai dengan pasal 89 KUHP.

Meskipun perbuatan Terdakwa, terbukti, tetapi itu bukan merupakan kejahatan atau pelanggaran, sehingga Terdakwa harus dibebaskan dari tuntutan hukum.

– Akhirnya, Hakim Pertama memberikan putusan sebagai berikut:


Mengadili:

1. Menyatakan bahwa perbuatan Terdakwa, tidak terbukti melakukan tindak pidana pemerasan dengan kekerasan (ex pasal 368 ayat 1 KUHP).

2. Melepaskan ia dari segala tuntutan hukum.

3. Dst……..dst.


MAHKAMAH AGUNG:

– Jaksa Penuntut Umum menolak putusan Hakim Pertama dan memohon pemeriksaan Kasasi pada Mahkamah Agung dengan keberatan-keberatan sebagai berikut:

1. Pengadilan Negeri salah menafsirkan unsur memaksa dengan kekerasan dalam surat dakwaan pasal 368(1) dan pasal 89 KUHP; menurut Pengadilan Negeri tidak ada. Yang terjadi adalah Theresia bersedia menyerahkan pesawat TV dengan membuat surat pernyataan karena tidak tahan terhadap tekanan Terdakwa untuk menyelesaikan hutang suaminya.

2. Pengadilan Negeri salah memberikan pertimbangan, meskipun perbuatan terbukti tapi bukan merupakan kejahatan karena hubungan perbuatan Terdakwa adalah hutang piutang, padahal Pengadilan Negeri tidak mempertimbangkan keterangan saksi Nico suami saksi telah melunasi hutangnya pada Terdakwa sebesar Rp. 500.000,-. Tetapi pelunasan itu tidak menggunakan surat bukti karena hubungan Nico dan Terdakwa baik.

– Mahkamah Agung setelah memeriksa perkara ini, di dalam putusannya berpendirian bahwa putusan judex facti salah menerapkan hukum, karena Pengadilan Negeri mempertimbangkan bahwa Terdakwa terbukti melakukan paksaan dengan tekanan-tekanan dengan ribut-ribut terhadap saksi Theresia agar mau menyerahkan TV miliknya kepada Terdakwa dalam rangka hubungan perdata, yang menurut penilaian Hakim Pertama dianggapnya bukan merupakan Tindak Pidana. Pertimbangan Hakim Pertama inia dalah salah menerapkan Hukum. Perbuatan terdakwa yang telah menggunakan paksaan agar Theresia menyerahkan TV miliknya, adalah merupakan Tindak Pidana, walaupun dilakukan dalam rangka hubungan perdata menagih piutang.

Dengan pertimbangan tersebut dan dihubungkan dengan pertimbangan Pengadilan Negeri tentang terbuktinya perbuatan Terdakwa. Maka dakwaan terhadap Terdakwa dinilai oleh Mahkamah Agung telah terbukti dengan sah dan meyakinkan, karena itu Terdakwa harus dijatuhi pidana.

Berdasar atas alasan juridis tersebut, Mahkamah Agung berpendapat bahwa putusan Pengadilan Negeri Pontianak No. 43/Pid/B/1990/PN.Ptk, tidak dapat dipertahankan lagi, oleh karenanya harus dibatalkan dan Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara ini yang amarnya sebagai berikut:


Mengadili:

– Mengabulkan permohonan kasasi dari Jaksa Penuntut Umum.

– Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Pontianak No. 43/Pid/B/1990/PN.Ptk.


Mengadili Sendiri:

– Menyatakan Terdakwa Goerge Ombeng alias Edy bin Johar Meyer terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “pemerasan”.

– Menghukum dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan.

– Dst……….dst.


CATATAN

  • Dari putusan Mahkamah Agung tersebut di atas, dapat diangkat “Abstrak Hukum” sebagai berikut:

  • Hubungan hukum butang piutang uang pada saat jatuh tempo, ternyata pihak debitur masih belum dapat melunasi hutangnya. Pihak kreditur dalam melakukan penagihan piutangnya tersebut, kemudian menggunakan cara-cara kekerasan – keributan dan paksaan dengan maksud agar debitur menjadi takut atau malu dan bersedia menyerahkan barang miliknya kepada kreditur sebagai pembayaran hutangnya.

Meskipun fakta ini dalam ruang lingkup pelaksanaan hubungan keperdataan, namun perbuatan kreditur yang bersifat kekerasan memaksa membuat keributan, terhadap debitur tersebut, maka perbuatan menagih hutang dengan cara memaksa ini adalah merupakan perbuatan pidana ex pasal 368(1) KUHP Pidana yaitu pemerasan.

  • Dewasa ini dalam masyarakat sering terdengan adanya kejadian penagihan hutang terhadap debitur oleh kreditur dengan memakai debt collector dalam menagih hutang dengan cara dan memakai kekerasan-kekerasan. Kiranya putusan Mahkamah Agung ini dapat dipakai sebagai acuan dalam menangani para debt collector.

  • Demikian catatan atas kasus ini.

BAHAYA MEMAKAN RIBA



Ayat Al Quran tentang riba:

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوا الرِّبٰٓوا اَضْعَافًا مُّضٰعَفَةً ۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ۚ 
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan RIBA dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung. [QS. Ali 'Imran: Ayat 130] 


اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّ ؕ ذٰ لِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْۤا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰوا ۘ وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰوا ؕ فَمَنْ جَآءَهٗ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهٖ فَانْتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَ ؕ وَاَمْرُهٗۤ اِلَى اللّٰهِ ؕ وَمَنْ عَادَ فَاُولٰٓئِكَ اَصْحٰبُ النَّارِ ۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ

Orang-orang yang memakan RIBA tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan RIBA. Padahal, Allah telah menghalalkan jual-beli dan MENGHARAMKAN RIBA. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. [QS. Al-Baqarah: Ayat 275] 

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَذَرُوْا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبٰٓوا اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ 
Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan TINGGALKAN SISA RIBA (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman. [QS. Al-Baqarah: Ayat 278] 

فَاِنْ لَّمْ تَفْعَلُوْا فَأْذَنُوْا بِحَرْبٍ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ ۚ وَاِنْ تُبْتُمْ فَلَـكُمْ رُءُوْسُ اَمْوَالِكُمْ ۚ لَا تَظْلِمُوْنَ وَلَا تُظْلَمُوْنَ 
Jika kamu tidak melaksanakannya, maka UMUMKANLAH PERANG DARI ALLAH DAN RASUL-NYA. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan). [QS. Al-Baqarah: Ayat 279]

Inilah hadist Nabi tentang Riba:

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ. 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan RIBA (rentenir), penyetor RIBA (nasabah yang meminjam), penulis transaksi RIBA (sekretaris) dan dua saksi yang menyaksikan transaksi RIBA. Kata beliau, “Semuanya sama dalam dosa.” [HR. Muslim no. 1598]
Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah bersabda: “RIBA adalah tujuh puluh tiga dosa; dosanya yang paling ringan adalah (sama dengan) dosa orang yang berzina dengan ibunya" (HR. Ibn Majah)

Nabi Muhammad SAW bersabda, 

مَا أَحَدٌ أَكْثَرَ مِنَ الرِّبَا إِلاَّ كَانَ عَاقِبَةُ أَمْرِهِ إِلَى قِلَّةٍ 
"Siapapun yang memperbanyak hartanya dari RIBA maka ujung akhir urusannya adalah kemiskinan." [HR. Ibnu Majah 2365] 

Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Jangan membuatmu takjub, seseorang yang memperoleh harta dari CARA HARAM, jika dia infakkan atau dia sedekahkan maka tidak diterima, jika ia pertahankan maka tidak diberkahi dan jika ia mati dan ia tinggalkan harta itu maka akan jadi bekal dia ke neraka.”
[HR ath-Thabarani dan al-Baihaqi]


Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Jauhi tujuh perkara yang membinasakan (MEMBAWA PADA KEHANCURAN), diantaranya... memakan RIBA"
[HR Bukhari 2766 & Muslim 89]

BANK OH BANK... ANTARA CINTA DAN GALAU..


Entah sudah berapa puluh kali saya menjadi tempat curhat kawan-kawan yang galau kerja di bank, mereka rata-rata sama keluhannya, bukan soal gajinya, tapi soal ketenangan hatinya.
Saya sebagai nasabah pun merasakan kegalauan yang sama. Di lain sisi tidak mungkin hidup tanpa bank di jaman modern seperti ini, namun di sisi lainnya miris dan takut dengan praktek riba dalam akad utangnya yang jelas-jelas dilarang oleh agama... Agama itu berarti perintah Allah dan rasulnya lho..
Saya ingat sekitar tahun 1984, saya diboncengkan ibu dengan sepeda dari sebuah dusun di Berbah hingga ke Kalasan Jogja untuk mengambil wesel kiriman dari Ayah saya di kantor pos. Ibu mengayuh sepeda 20 kilometer pulang pergi dengan saya yang memeluk pinggang ibu di boncengannya. Sampai kantor pos, ibu saya menyerahkan bukti wesel yang diambil dari pak Dukuh, tandatangan.. lalu uang 200 ribu diterima, itulah sebagian gaji ayah saya sebagai tentara di Jakarta. Kami pulang, sepeda tua itu kembali berjalan pelan.. Menempuh berkilo-kilo lagi terseok-seok demi sebuah uang kiriman..
Bayangkan dengan jaman sekarang, ketika jaman begitu canggih, bank tumbuh dengan luar biasa lengkap dengan semua fasilitas yang sangat memanjakan nasabahnya. Mau kirim uang kemanapun tinggal pakai mBanking di HP, dalam hitungan detik.. Wusss uang 5 juta di Bantul bisa terkirim ke Tarakan Kalimantan Utara..
Wuss.. Uang 300.000 dari pembeli di Tulungagung terkirim seketika kepada penjualnya di Cirebon.
Wusss wusss.. Uang bayar kuliah 3 juta terkirim dari orang tua di Merauke, kepada anaknya yang jadi mahasiswa di Malang..
Wusss.. Wusss.. Wusss.. Sambil nongkrong di WC kita bisa transfer beli HP via website jual beli, si penerimanya duduk manis di meja kerja..
Dengan semua fasilitas bank seperti itu yang jasa transfernya sangat canggih, pasti kita mau membayar dengan ikhlas untuk biaya bulanannya juga biaya transfernya. Bank sebagai mitra kita, seperti kantor pos di jaman dulu ngirim wesel.. Akadnya jasa/ijarah/ujroh, pemasukan halal bank dari nasabahnya..
Sungguh kita cinta bank dengan itu semua..
Dibalik itu semua, kita juga jadi galau dengan bank.. Ketika saat ini para ustadz, kyai, ulama yang paham benar fiqih muamalah lulusan dari kampus-kampus islam di Timur Tengah yang bermunculan di Youtube. Mereka tidak mendapatkan tempat di TV-TV nasional, namun dakwah mereka di youtube dan website lainnya menampar pipi kita kanan kiri, ketika sudah mengingatkan bahaya dan dosa riba yang mengepung kehidupan kita..
Astagfirullaah...
Bisakah di tahun 2016 yang sudah modern ini kita bersih dari riba?
Cerita pak Heppy Trenggono di sebuah tulisan menarik, ketika ada kyai di Banten sangat menjauhi riba, hidup dan makan hanya dari menanam padi dan sayur di kampungnya, bahkan tidak mau menerima pemberian apapun dari orang yang datang kesana..
Apa kita bisa?
Mungkin ada yang nekat.. Hidup di lereng gunung, makan dari semua yang ditanam atau berburu binatang.. Pantang ke pasar untuk belanja dengan uang.. Waduh!
Saya pun kalau disuruh begitu gak bakal mau.. Malah saya yang disantap duluan.. Ndaging jeee!
Sebuah hadist dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Suatu saat nanti manusia akan mengalami suatu masa, yang ketika itu semua orang MEMAKAN RIBA. Yang tidak makan secara langsung, akan TERKENA DEBUNYA.” [Hr. Nasa`i, no. 4455]
Sedangkan yang memakan RIBA langsung, inilah hadistnya..
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan RIBA (rentenir), penyetor RIBA (nasabah yang meminjam), penulis transaksi RIBA (sekretaris) dan dua saksi yang menyaksikan transaksi RIBA. Kata beliau, “Semuanya sama dalam dosa.”
[HR. Muslim no. 1598]
Duuuh.. Bukan hanya yang ngambil riba ternyata, ini nusuk kita semua: kawan-kawan yang kerja di bank, kita selaku nasabah yang utang, saksi transaksi utangnya, notaris sebagai pencatat akadnya..
Siapa yang gak gelisah coba? Hiks!
Apalagi kalau ketampar dengan hadist ini:
Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah bersabda: “RIBA adalah tujuh puluh tiga dosa; dosanya yang paling ringan adalah (sama dengan) dosa orang yang berzina dengan ibunya" (HR. Ibn Majah)
Huwaa..wa wa.. Makin mewek dan takut!
Ini aturan Allah bro, yang punya langit dan bumi, bukan aturan undang-undang buatan DPR yang ribut terus pas rapatnya.
Detailnya ada disini: FATWA MUI No 1 tahun 2004 tentang Haramnya Bunga dalam praktek Bank-Asuransi-Leasing-PasarModal-Koperasi-Individu (rentenir) ⇨ http://mui.or.id/…/upl…/2014/11/32.-Bunga-InterestFaidah.pdf
------------
Terus gimana mas menyikapinya?
Dalam sebuah kajian saya hadir langsung, ustadz Ammi Nur Baits menjelaskan: sebagai muslim kita wajib berusaha keras untuk jadi orang yang kena debunya saja, kena cipratan yang tidak kita inginkan. Mau ngeles juga susah. Pokoknya tidak jadi pemakan langsung. Masa yang disampaikan dalam hadist Nabi itu sudah datang.. Dosa riba sangat besar, namun kita akan susah menghindar bahkan debunya pun kita tetap kena..
Ustadz Ammi Nur Baits menjelaskan dalam sebuah tulisan di web konsultasisyariah.com, tentang hukum menabung di bank, yang dirangkum dari penjelasan banyak ulama seperti ini:
1. Ulama sepakat bahwa bunga bank adalah riba yang haram.
2. Ulama sepakat terlarangnya menabung untuk tujuan membungakan uang. Karena sama halnya dengan melakukan transaksi riba.
3. Pada asalnya, dilarang menabung di bank, meskipun tanpa bermaksud mengambil bunganya. Karena menyimpan uang di bank sama halnya membantu mereka untuk melakukan transaksi riba.
4. Ulama memberikan pengecualian bolehnya menabung di bank, dengan dua syarat:
* Adanya kebutuhan yang mendesak
* Tidak mengambil bunganya
5. Batasan kebutuhan mendesak yang membolehkan menyimpan uang di bank adalah adanya kekhawatiran terhadap keamanan harta nasabah, jika tidak disimpan di bank.
6. Kebutuhan mendesak antara satu orang dengan yang lainnya, berbeda-beda. Karena itu, batasan ini tidak berlaku umum.
7. Dibedakan antara hukum membuka rekening di bank untuk memanfaatkan jasa bank, dengan menyimpan uang di bank.
8. Dibolehkan membuka rekening di bank untuk memanfaatkan jasa bank yang halal, seperti transfer gaji atau yang lainnya.
9. Pihak yang mendapatkan transfer gaji dari bank, diharuskan segera mengambil uang tersebut dan tidak mengendapkannya di bank. Kecuali ada kebutuhan yang mendesak, sebagaimana keterangan sebelumnya.
10. Tidak dibolehkan menabung di bank dengan tujuan mendapatkan bunga, untuk disedekahkan atau diinfakkan ke jalan yang benar. Karena ini sama halnya dengan beramal dengan cara bermaksiat.
Penjelasan detailnya bisa dibaca disini:
Https://konsultasisyariah.com/10579-hukum-menabung-di-bank.…
Pertanyaan lanjut, kalau semua resign dari bank terus yang melayani kita di akad jasa kayak transfer siapa mas?
Naaah.. Itupun bikin galau, karena jawabannya mengarah pada bank yang dibangun oleh sistem ekonomi kapitalis di negara yang kita tinggali. Tapi bukan tidak mungkin negara akan merespon lho, ketika buanyaak masyarakat gelisah, undang-undang perbank-kan akan direvisi. Bunga KUR (Kredit Usaha Rakyat) yang sekarang 9% bisa makin turun jadi 2% pertahun kayak di Malaysia atau Jepang (dari tulisan yang pernah saya baca), syukur-syukur malah bunganya NOL! Hehehe..
Coba kamu ketik di google: Laba bersih bank A,B,C. Jangan kaget.. Setahun mereka bisa punya laba sampai 25 trilyunnnn!!
Kalau ditulis gini: 25.000.000.000.000!! Banyak banget tuh nol nol nol nya.. Dan ada duit kita tuh yang kerja keras bayar cicilan tiap bulan
Terus kalau bunga bank Nol, pemasukan bank darimana dong?
Jelasss laba bank akan turun drastiss... Mereka hanya dapat uang jasa dari biaya admin tabungan bulanan, dari jasa transfer, jasa ATM, jasa Payroll, sewa depositbox, jasa ecommers dll..
Dan pasti dengan laba yang turun drastis, bank mungkin tidak akan bisa ngasih fasilitas lengkap dan canggih seperti yang selama ini kita nikmati..
Dilema dan galau kan?
Terus gimana mas enaknya?
Kalau saya tetep ngikuti saran para ulama saja, menjadikan bank sebagai mitra jasa.
Bank konvensional untuk jasa transfer, kita sah dan rela bayar biayanya. Kayak bayar biaya wesel di kantor pos dulu..
Bank syariah kita gunakan untuk menabung, memilih tabungan wadiah tanpa bunga.
Terus kalau nabung di bank syariah apa ada jaminan uang kita gak diputer oleh mereka buat utangan juga?
Jawaban Ustadz Ammi Nur Baits waktu itu:
"Bukan menjadi urusan kita lagi, karena akad kita menyimpan dengan bank, soal mereka menggunakan untuk yang lain sudah menjadi aturan main sistem bank, kita sebagai nasabah tidak punya kuasa merubahnya, karena bola di tangan pemerintah dan pembuat aturan perbankan"
Kalau kamu tanya saya lagi kelanjutannya, saya pun tidak bisa menjawabnya.. Karena sampai hari ini pun saya masih seperti kamu, antara cinta dan galau dengan bank..
Salam galau penuh cinta..