KELUARGA DIRUMAH, LEBIH BERHARGA
DARI SEGALANYA.., RENUNGKAN SEJENAK AKIBAT EMOSI SESAAT, DAN BERAKHIR SEPERTI
INI :
MENAGIH HUTANG DENGAN PAKSA
Kasus Posisi:
– George Ombeng alias Edy tinggal
menumpang di rumah Nico kenalan sesukunya di Jl. Imam Bonjol, Pontianak selama
kurang lebih 6 bulan. Kadang-kadang istri Edy tinggal juga di rumah Nico.
Hubungan mereka begitu baik layaknya keluarga sendiri.
– Suatu ketika, tahun 1989, Nico
butuh uang sebesar Rp. 1 juta. Masalah ini diceritakannya kepada Edy. Kebetulan
saat itu Edy memiliki uang Rp. 4.500.000,- hasil pesangon dari tempat kerjanya,
tetapi uang yang dipinjamkan pada Nico hanya separoh dari yang dimintanya yakni
Rp. 500.000,-. Semula Nico bermaksud menyerahkan sertifikat tanahnya sebagai
jaminan, tetapi ditolak Edy, dengan syarat uang yang diserahkan pada Nico tanpa
tanda terima itu akan diambil sewaktu-waktu.
– 3 bulan kemudian setelah berulang
kali uang itu diminta oleh Edy, Nico membayar kurang dari separoh hutangnya,
Rp. 230.000,- melalui Jemmy yang juga menyaksikan penyerahan piutang pada Nico.
Sedangkan sisa hutang dibayar oleh Nico dengan 5 sampai 6 kali cicilan hingga
lunas. Pembayaran hutang itu pun juga tanpa tanda terima.
– Mengenai urusan hutang ini Nico tidak
pernah menceritakannya pada Theresia, istrinya. Sehingga ketika Edy menagih
kembali hutang Nico yang telah lunas itu dengan paksa diawali bentakan dan
ancaman pada Theresia, akhirnya Theresia menyerahkan TV-nya yang 17 inch merk
Saba pada Edy. Kali ini penyerahan TV disertai surat keterangan. Kejadian ini
tanpa sepengetahuan Nico. TV itu kemudian dijual dengan harga Rp. 350.000,-.
Rp. 180.000 diambil Edy, Rp. 150.000,- untuk Lole (juga kreditur Nico), sisanya
Rp. 20.000,- untuk bayar pajak TV.
– Perlakuan Edy terhadap Theresia
tersebut dilaporkan pada pihak berwajib. Edy segera menjalani pemeriksaan di
kepolisian setempat.
– Setelah pemeriksaan itu, Edy
diajukan ke Persidangan Pengadilan Negeri sebagai Terdakwa. Oleh Jaksa Penuntut
Umum, Edy di dakwa melakukan Tindak Pidana Pemerasan, yakni melanggar pasal 368
ayat 1 KUHP.
Requisitoir Jaksa Penuntut Umum:
– Jaksa Penuntut Umum menuntut agar
Edy dinyatakan bersalah telah melakukan Tindak Pidana Pemerasan sebagaimana
diatur dalam pasal 368 ayat 1 KUHP, karenanya agar dijatuhi pidana penjara
selama 9 bulan dengan perintah supaya Terdakwa ditahan.
Pengadilan Negeri:
– Hakim Pertama yang mengadili
perkara ini, dalam putusannya memberikan pertimbangan hukum yang pokoknya
sebagai berikut:
– Jaksa Penuntut Umum mendakwa
Terdakwa melakukan Tindak Pidana Pemerasan, pasal 368 ayat 1 KUHP yang memuat
unsur-unsur:
1. Memaksa orang lain.
2. Untuk memberikan barang yang sama
sekali atau sebagian kepunyaan orang lain.
3. Dengan maksud hendak
menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak.
4. Memaksa dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan.
– Nico dipinjami uang oleh Terdakwa
sebesar Rp. 500.000,- uang pinjaman itu telah dikembalikan pada Terdakwa.
Mula-mula sebesar Rp. 230.000,- dan sisanya diserahkan bertahap sampai lunas.
Namun tiap pembayaran tidak disertai kwitansi karena penitipan maupun
pelunasannya dilakukan atas dasar saling percaya. Meskipun telah lunas,
Theresia istri Nico dipaksa Edy untuk menyerahkan TV-nya dengan diawali
ribut-ribur sehari sebelum penyerahan TV itu.
– Meskipun telah terbukti bahwa
Terdakwa memaksa Theresia menyerahkan TV-nya pada Terdakwa untuk pembayaran
hutangnya, Majelis berpendapat bahwa antara Terdakwa dengan Theresia atau
suaminya Nico terdapat hubungan perdata yaitu hutang piutang.
– Perkara ini seyogyanya diajukan
dalam sidang perdata, karena sifat melawan hukum dari pasal yang didakwakan
tidak terbukti. Surat keterangan penyerahan TV menerangkan sebagai pengganti
pembayaran pinjaman hutang.
– Unsur memaksa dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan sebagaimana dikehendaki pasal 368 ayat 1 KUHP tidak terbukti
karena unsur tersebut harus sesuai dengan pasal 89 KUHP.
Meskipun perbuatan Terdakwa,
terbukti, tetapi itu bukan merupakan kejahatan atau pelanggaran, sehingga
Terdakwa harus dibebaskan dari tuntutan hukum.
– Akhirnya, Hakim Pertama memberikan
putusan sebagai berikut:
Mengadili:
1. Menyatakan bahwa perbuatan
Terdakwa, tidak terbukti melakukan tindak pidana pemerasan dengan kekerasan (ex
pasal 368 ayat 1 KUHP).
2. Melepaskan ia dari segala
tuntutan hukum.
3. Dst……..dst.
MAHKAMAH AGUNG:
– Jaksa Penuntut Umum menolak
putusan Hakim Pertama dan memohon pemeriksaan Kasasi pada Mahkamah Agung dengan
keberatan-keberatan sebagai berikut:
1. Pengadilan Negeri salah
menafsirkan unsur memaksa dengan kekerasan dalam surat dakwaan pasal 368(1) dan
pasal 89 KUHP; menurut Pengadilan Negeri tidak ada. Yang terjadi adalah
Theresia bersedia menyerahkan pesawat TV dengan membuat surat pernyataan karena
tidak tahan terhadap tekanan Terdakwa untuk menyelesaikan hutang suaminya.
2. Pengadilan Negeri salah
memberikan pertimbangan, meskipun perbuatan terbukti tapi bukan merupakan
kejahatan karena hubungan perbuatan Terdakwa adalah hutang piutang, padahal
Pengadilan Negeri tidak mempertimbangkan keterangan saksi Nico suami saksi
telah melunasi hutangnya pada Terdakwa sebesar Rp. 500.000,-. Tetapi pelunasan
itu tidak menggunakan surat bukti karena hubungan Nico dan Terdakwa baik.
– Mahkamah Agung setelah memeriksa
perkara ini, di dalam putusannya berpendirian bahwa putusan judex facti salah
menerapkan hukum, karena Pengadilan Negeri mempertimbangkan bahwa Terdakwa
terbukti melakukan paksaan dengan tekanan-tekanan dengan ribut-ribut terhadap
saksi Theresia agar mau menyerahkan TV miliknya kepada Terdakwa dalam rangka
hubungan perdata, yang menurut penilaian Hakim Pertama dianggapnya bukan
merupakan Tindak Pidana. Pertimbangan Hakim Pertama inia dalah salah menerapkan
Hukum. Perbuatan terdakwa yang telah menggunakan paksaan agar Theresia
menyerahkan TV miliknya, adalah merupakan Tindak Pidana, walaupun dilakukan
dalam rangka hubungan perdata menagih piutang.
Dengan pertimbangan tersebut dan
dihubungkan dengan pertimbangan Pengadilan Negeri tentang terbuktinya perbuatan
Terdakwa. Maka dakwaan terhadap Terdakwa dinilai oleh Mahkamah Agung telah
terbukti dengan sah dan meyakinkan, karena itu Terdakwa harus dijatuhi pidana.
Berdasar atas alasan juridis
tersebut, Mahkamah Agung berpendapat bahwa putusan Pengadilan Negeri Pontianak
No. 43/Pid/B/1990/PN.Ptk, tidak dapat dipertahankan lagi, oleh karenanya harus
dibatalkan dan Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara ini yang amarnya
sebagai berikut:
Mengadili:
– Mengabulkan permohonan kasasi dari
Jaksa Penuntut Umum.
– Membatalkan putusan Pengadilan
Negeri Pontianak No. 43/Pid/B/1990/PN.Ptk.
Mengadili Sendiri:
– Menyatakan Terdakwa Goerge Ombeng
alias Edy bin Johar Meyer terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana “pemerasan”.
– Menghukum dengan pidana penjara
selama 6 (enam) bulan.
– Dst……….dst.
CATATAN
- Dari putusan Mahkamah Agung tersebut di atas, dapat diangkat “Abstrak Hukum” sebagai berikut:
- Hubungan hukum butang piutang uang pada saat jatuh tempo, ternyata pihak debitur masih belum dapat melunasi hutangnya. Pihak kreditur dalam melakukan penagihan piutangnya tersebut, kemudian menggunakan cara-cara kekerasan – keributan dan paksaan dengan maksud agar debitur menjadi takut atau malu dan bersedia menyerahkan barang miliknya kepada kreditur sebagai pembayaran hutangnya.
Meskipun fakta ini dalam ruang
lingkup pelaksanaan hubungan keperdataan, namun perbuatan kreditur yang
bersifat kekerasan memaksa membuat keributan, terhadap debitur tersebut, maka
perbuatan menagih hutang dengan cara memaksa ini adalah merupakan perbuatan
pidana ex pasal 368(1) KUHP Pidana yaitu pemerasan.
- Dewasa ini dalam masyarakat sering terdengan adanya kejadian penagihan hutang terhadap debitur oleh kreditur dengan memakai debt collector dalam menagih hutang dengan cara dan memakai kekerasan-kekerasan. Kiranya putusan Mahkamah Agung ini dapat dipakai sebagai acuan dalam menangani para debt collector.
- Demikian catatan atas kasus ini.